Mencari rezeki atau nafkah untuk keluarga selalunya digalas dan ditugaskan kepada suami atau ayah atau seorang wanita yang mengambil alih peranan setelah berlaku sesuatu kejadian (kematian atau suatu bencana lain) pada suami atau ayahnya selaku ketua keluarga.Keutamaan menafkahi keluarga amat besar nilainya bahkan keutamaan tersebut mengatasi keutamaan bersedekah tathowwu ini kerana yang utama di wajib didahulukan berbanding yang sunnah.Iaitu kewajipan mencari nafkah untuk keluarga.Sungguhpun ia seorang yang rajin bersedekah,kewajipan terhadap keluarga tetap tidak gugur kerana ia adalah menjadi tangungjawabnya.Ia adalah sebahagian dariapda amal kebajikan berbentuk ibadah kerana Allah s.w.t.Iaitu mencari rezeki dan menafkahi keluarga kerana mengharapkan redha Allah s.w.t.Melihat akan keutamaan mencari nafkah untuk keluarga,terdapat hadits-hadits menukilkan hal ini.
“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar” (HR. Muslim no. 995).
Imam Nawawi membuat judul untuk hadits ini, “Keutamaan nafkah bagi keluarga dan hamba sahaya, serta dosa bagi orang yang melalaikan dan menahan nafkahnya untuk mereka”. Dalam Syarh Muslim (7: 82), Imam Nawawi mengatakan, “Nafkah kepada keluarga itu lebih afdhal dari sedekah yang hukumnya sunnah”.
“Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun makanan yang kamu berikan kepada isterimu.” (HR. Bukhari no. 56). Imam Al Bukhari memasukkan hadits ini pada masalah ‘setiap amalan tergantung pada niat’. Ini menunjukkan bahawa mencari nafkah dapat menuai pahala jika diniatkan dengan ikhlas untuk meraih wajah Allah. Namun jika itu hanya rutin harian semata, atau yakin itu hanya sekedar kewajiban suami, belum tentu berbuah pahala.
Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib, ia berkata bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Harta yang dikeluarkan sebagai makanan untukmu dinilai sebagai sedekah untukmu. Begitu pula makanan yang engkau beri pada anakmu, itu pun dinilai sedekah. Begitu juga makanan yang engkau beri pada isterimu, itu pun bernilai sedekah untukmu. Juga makanan yang engkau beri pada pembantumu, itu juga termasuk sedekah” (HR. Ahmad 4: 131. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahawa hadits ini hasan).
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah para hamba berpagi hari di dalamnya melainkan ada dua malaikat yang turun, salah satunya berkata, “Ya Allah, berilah ganti kepada orang yang senang berinfak.” Yang lain mengatakan, “Ya Allah, berilah kebangkrutan kepada orang yang pelit.” (HR. Bukhari no. 1442 dan Muslim no. 1010). Seseorang yang memberi nafkah untuk keluarganya termasuk berinfak sehingga termasuk dalam keutamaan hadits ini.
Dari Anas bin Malik, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah akan bertanya pada setiap pemimpin atas apa yang ia pimpin” (HR. Tirmidzi no. 1705).
Dalam riwayat Ibnu Hibban disebutkan,
“Allah akan bertanya pada setiap pemimpin atas apa yang ia pimpin, apakah ia memperhatikan atau melalaikannya” (HR. Ibnu Hibban 10: 344. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahawa sanad hadits ini sahih).
‘Adi bin Hatim berkata,
“Selamatkanlah diri kalian dari neraka walau hanya melalui sedekah dengan sebelah kurma” (HR. Bukhari no. 1417)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
“Ada seorang ibu bersama dua puterinya menemuiku meminta makanan, akan tetapi ia tidak mendapati sedikit makanan pun yang ada padaku kecuali sebutir kurma. Maka aku pun memberikan kurma tersebut kepadanya, lalu ia membagi sebutir kurma tersebut untuk kedua puterinya, dan ia tidak makan kurma itu sedikit pun. Setelah itu ibu itu berdiri dan pergi keluar. Lalu masuklah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku pun mengkhabarkannya tentang ini, lantas beliau bersabda,
“Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuan lalu ia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka” (HR. Bukhari no 1418 dan Muslim no 2629).
Ummu Salamah, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa mengeluarkan hartanya untuk keperluan kedua anak perempuannya, kedua saudara perempuannya atau kepada dua orang kerabat perempuannya dengan mengharap pahala dari Allah, lalu Allah mencukupi mereka dengan karunianya, maka amalan tersebut akan membentengi dirinya dari neraka” (HR. Ahmad 6: 293. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if)
Dua hadits terakhir ini menerangkan keutamaan memberi nafkah pada anak perempuan karena mereka berbeda dengan anak laki-laki yang bisa mencari nafkah, sedangkan perempuan asalnya di rumah.
Kesimpulan
Mengnafkahi keluarga adalah satu ujian yang berat yang dipikulkan kepada suami bagi urusan tersebut.Malahan juga terdapat didalam nafkah itu ada kalanya tidak mencukupi,kekurangan,serta kadangkala mengalami dukacita disebabkan perniagaan yang diluar dari diharapkan.Semua itu adalah satu bentuk ujian besar tidak dibebani melainkan ganjaranya juga besar,keutamaanya juga besar dan seadainya memiliki lebihan,bolehlah bersedekah pada yang lain untuk mencari sunnah dan membantu orang lain.
Haruslah memperhatikan dua keadaan rasa cemburu ini kepada dua orang seperti ini:
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak boleh hasad (cemburu) kecuali pada dua orang, iaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri kurnia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816)
Tidak dibenarkan cemburu kecuali apa disebutkan diatas.Cemburu kepada mereka yang miliki harta,dengan harta digunakan menafkahi keluarga dan memberikan sedekah serta jalan-jalan kebajikan.
Tidak dibenarkan cemburu kecuali kepada orang yang Allah s.w.t kurniakan ilmu al-Quran dan as-Sunnah lalu ia melaksanakan pengetahuanya dalam bentuk ibadah dan disamping itu turut memberikan pengajaran atau mengembangkan ilmu tersebut atau menurunkan ilmu itu kepada yang lain agar dapat sama-sama beribadah.
Kesederhanaan didalam perbelanjaan dan mengurus itu adalah disukai Allah daripada boros (terlalu galak berbelanja) atau kikir lagi bakhil kedekut (takut membelanjakan harta).
Doa
Ya Allah, berikanlah kami taufik untuk mencari nafkah dengan ikhlas dan cara yang halal sehingga kami pun terbebas dari siksa neraka dan dimasukkan dalam syurga.
Nafkah kepada keluarga lebih afdhol dari sedekah tathowwu’ (sunnah)
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
Imam Nawawi membuat judul untuk hadits ini, “Keutamaan nafkah bagi keluarga dan hamba sahaya, serta dosa bagi orang yang melalaikan dan menahan nafkahnya untuk mereka”. Dalam Syarh Muslim (7: 82), Imam Nawawi mengatakan, “Nafkah kepada keluarga itu lebih afdhal dari sedekah yang hukumnya sunnah”.
Jika mencari nafkah dengan ikhlas,akan menuai pahala besar
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا ، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِى فِى امْرَأَتِكَ
Memberi nafkah termasuk sedekah
Dari Al Miqdam bin Ma’dikarib, ia berkata bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَطْعَمْتَ نَفْسَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ وَلَدَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ زَوْجَتَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ وَمَا أَطْعَمْتَ خَادِمَكَ فَهُوَ لَكَ صَدَقَةٌ
Harta yang dinafkahi semakin berkat dan akan diberi ganti
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفً
Disoal di akhirat
Dari Anas bin Malik, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَاهُ
Dalam riwayat Ibnu Hibban disebutkan,
إن الله سائل كل راع عما استرعاه : أحفظ أم ضيع
Memperhatikan nafkah keluarga akan mendapat penghalang dari seksa neraka
‘Adi bin Hatim berkata,
اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
دَخَلَتْ امْرَأَةٌ مَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا تَسْأَلُ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِي شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ فَدَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْنَا فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ
مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هَذِهِ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ
Ummu Salamah, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَنْفَقَ عَلَى ابْنَتَيْنِ أَوْ أُخْتَيْنِ أَوْ ذَوَاتَىْ قَرَابَةٍ يَحْتَسِبُ النَّفَقَةَ عَلَيْهِمَا حَتَّى يُغْنِيَهُمَا اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ أَوْ يَكْفِيَهُمَا كَانَتَا لَهُ سِتْراً مِنَ النَّارِ
Dua hadits terakhir ini menerangkan keutamaan memberi nafkah pada anak perempuan karena mereka berbeda dengan anak laki-laki yang bisa mencari nafkah, sedangkan perempuan asalnya di rumah.
Kesimpulan
Mengnafkahi keluarga adalah satu ujian yang berat yang dipikulkan kepada suami bagi urusan tersebut.Malahan juga terdapat didalam nafkah itu ada kalanya tidak mencukupi,kekurangan,serta kadangkala mengalami dukacita disebabkan perniagaan yang diluar dari diharapkan.Semua itu adalah satu bentuk ujian besar tidak dibebani melainkan ganjaranya juga besar,keutamaanya juga besar dan seadainya memiliki lebihan,bolehlah bersedekah pada yang lain untuk mencari sunnah dan membantu orang lain.
Haruslah memperhatikan dua keadaan rasa cemburu ini kepada dua orang seperti ini:
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
Tidak dibenarkan cemburu kecuali apa disebutkan diatas.Cemburu kepada mereka yang miliki harta,dengan harta digunakan menafkahi keluarga dan memberikan sedekah serta jalan-jalan kebajikan.
Tidak dibenarkan cemburu kecuali kepada orang yang Allah s.w.t kurniakan ilmu al-Quran dan as-Sunnah lalu ia melaksanakan pengetahuanya dalam bentuk ibadah dan disamping itu turut memberikan pengajaran atau mengembangkan ilmu tersebut atau menurunkan ilmu itu kepada yang lain agar dapat sama-sama beribadah.
Kesederhanaan didalam perbelanjaan dan mengurus itu adalah disukai Allah daripada boros (terlalu galak berbelanja) atau kikir lagi bakhil kedekut (takut membelanjakan harta).
Doa
Ya Allah, berikanlah kami taufik untuk mencari nafkah dengan ikhlas dan cara yang halal sehingga kami pun terbebas dari siksa neraka dan dimasukkan dalam syurga.
No comments:
Post a Comment
Makluman Kepada Pembaca,jika terdapat kesilapan/kesalahan didalam ayat/laman ini sila maklumkan kepada kami/tinggalkan komen untuk kami betulkan dengan segera.Terima Kasih.